Reformasi Birokrasi Dalam Pelayanan Publik

Perkembangan administrasi negara di negara-negara maju sejak tahun 1998 berlangsung sangat pesat yang mengarah pada manajemen pemerintahan baru ( new public management ).Di Indonesia sejak reformasi digulirkan sangat banyak upaya yang telah dilakukan untuk lebih mendayagunakan administrasi negara, antara lain melalui reformasi birokrasi berbagai upaya perbaikan birokrasi pemerintah dalam rangka membersihkan praktek KKN dalam penyelenggaraan pemerintah, meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memperkuat fungsi lembaga pengawasan.
Sesuai dengan kerangka acuan penulis sampaikan adalah konsep birokrasi modern, reformasi birokrasi dan pelayanan publik beserta suatu paradikma wawasan pengawasan dalam mewujudkan birokrasi modern. Pembentukan sejumlah lembaga pengawasan tersebut adalah dalam rangka memperkuat kualitas kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan, hal ini karena kualitas kontrol dari lembaga pengawasan memiliki peranan yang besar dalam menciptakan tata kepemerintahan yang baik “ Good government “. Kontrol atau pengawasan adalah merupakan salah satu fungsi manajemen yang memiliki fungsi untuk mengawasi.
Birokrasi Modern, Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik
Birokrasi seringkali digunakan sebagai terminologi yang merefleksikan pemerintah, Birokrasi adalah sumberdaya manusia yang menjalankan roda pemerintahan, dimulai dari pegawai biasa sampai dengan kalangan pejabat yang memiliki kewenangan. Sedangkan istilah birokrasi sering digunakan sebagai terminologi untuk proses dalam pemerintahan, sementara itu, birokrasi dalam arti sebenarnya adalah struktur dan sekumpulan aturan yang ditetapkan untuk mengendalikan aktivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Secara struktur, birokrasi memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.
Karena itu, birokrat harus mengutamakan tugas yang telah digariskan oleh organisasi dan mengenyampingkan aspek-aspek personal dalam menjalankan tugasnya. Dalam prakteknya tipe ideal suatu birokrasi sangat sulit diwujudkan karena seringkali kita temui birokrasi menjadi tidak efektif karena beberapa hal :
Dalam konteks tersebut diatas, birokrasi moderen berkembang sejalan dengan transformasi manajemen publik yang secara garis besar dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) phase, yaitu phase administrasi publik (Public administration) berkembang sekitar 1910 – 1970-an dengan berbagai ciri antara lain struktur desntralistik, penerapan manajemen kinerja, koordinasi bersifat invisible hand dan akuntabilitas berlangsung melalui pasar. Namun diatas dekade 1990-an mulai populer paradikma governance modeldengan ciri-ciri antara lain memiliki struktur tidak terlalu hirarkis, penerapan total quality management, koordinasi bersifat buttom up dan akuntabilitas berlangsung melalui keluhan masyarakat (consumer complaints)
Penerapan birokrasi modern berlangsung sesuai sesuai dengan perjalanan transformasi paradikma manajemen publik tersebut di atas yang menekankan pada prinsi-prinsip;
Sejalan dengan prinsip-prinsip birokrasi modern tersebut, reformasi birokrasi tidak lain adalah upayah untuk merubah praktek-praktek birokrasi yang tidak efektif menuju kearah praktek-praktek administrasi pemerintah yang baik. Reformasi birokrasi sangat diperlukan untuk menciptakan clean and governance. Dalam hubungan ini, diperlukan peran birokrasi yang profesional, mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat agar masyarakat mampu mandiri, jika semua hal ini disimak secara cermat, maka reformasi birokrasi pada dasarnya ditujukan pada tiga aspek, yaitu struktur organisasi, sistem yang mengatur, dan orang- orang yang menjalankannya. Dalam hubungan ini, perlu digarisbawahi bahwa reformasi birokrasi adalah perubahan, yang akan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut;
Dengan memperhatikan tahapan-tahapan tersebut diatas, maka pelaksanaan reformasi birokrasi dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
Selanjutnya, reformasi birokasi dalam konteks pelayanan public, pada dasarnya ditujukan pada perbaikan/peningkatan kualitas pelayanan public. Hal ini dilakukan antara lain dengan menggunakan pendekatan New Public Management dengan menganut prinsip “run government like a business” yaitu adanya penggunaan pendekatan bisnis ke dalam birokrasi public.
Pendekatan ini memfokuskan pada adanya penerapan dan penggunaan teknologi mekanisme pasar dalam penyelenggaraan pelayanan publik, terutama pada pembentukan hubungan antara birokrasi penyedia pelayanan dengan customer-nya sebagai suatu bentuk ‘transaksi pelayanan’ sebagaimana halnya yang banyak dilakukan dalam pasar barang dan jasa. Dalam hubungan ini, birokrasi berperan dalammelakukan pengendalian (steering) dalam pembuatan berbagai kebijakan public dengan melibatkan partisipasi masyarakan dan mekanisme pasar. Birokrasi di perkenalkan dan didorong untuk melakukan kompetisi kinerja pemberian pelayanan baik antar instansi pemerintahan maupun dengan sector swasta melalui adanya stimulant pemberian insentif, bonus, dan punishment tertentu. Kesemuanya itu diupayakan penerapannya dengan memperhatikan persepsi masyarakat terhadap kualitas pelayanan public yang secara sederhana pada dasarnya berkaitan dengan :
Selain itu, reformasi birokrasi dalam pelayanan public juga memperhatikan dan memperlajari berbagai kelemahan utama pelayanan public yang pada umumnya berkaitan dengan :
pentingnya system pencatatan dan dokumentasi dalam setiap proses pelayanan. Pengaduan-pengaduan masyarakat seringkali berkaitan dengan hal ini, seperti : proses pelayanan menjadi terhambat karena petugas pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk mencari dokumen-dokumen yang sudah diserahkan oleh masyarakat, tidak terdapat catatan yang dapat digunakan untuk melakukan penelusuran dokumen atau bahkan dokumen-dokumen hilang.
Dari berbagai gambaran kondisi tersebut di atas, dapat digarisbawahi bahwa reformasi birokrasi dalam rangka perbaikan kualitas pelayanan public memerlukan berbagai upaya perubahan, seperti antara lain : perubahan kelem,bagaan yang memotong jalur-jalur hirarki pengambilan keputusan, mengurangi kekakuan hirarki, mendorong inovasi, transparansi dan akuntabilitas; menciptakan system internal yang mampu mempercepat proses pelayanan, meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia; pemberdayaan system pengawasan; dan perbaikan system remunerasi.
Perubahan kelembagaan unit pelayanan setidaknya mencakup perubahan struktur yang tepat untuk memberikan pelayanan, diantaranya mencakup; pemberian kewenangan sehingga unit pelayanan mampu melakukan pengambilan keputusan sendiri; hirarki tidak melebihi dari tiga level pengambilan keputusan; terdapat unit yang mengelolah pengaduan masyarakat; penerapan system pengendalian internal, yang meliputi pengawasan dan pengendalian tidak hanya terkait dengan masalah-masalah keuangan saja tetapi berkaitan dengan kinerja pelayanan.
Perubahan system internal mencakup aspek-aspek : system dan prosedur internal yang sederhana, pasti dan cepat, sehingga memungkinkan pelayanan dapat berjalan dengan efektif dan efisien; penetapan standar pelayanan yang memungkinkan masyarakat memperoleh kepastian atas pelayanan-pelayanan yang diinginkan; perubahan budaya kerja yang berorientasi pada budaya kualitas dan focus pada masyarakat yang dilayani; penetapan etika pelayanan; perbaikan dukungan sarana dan prasarana, termasuk didalamnya penggunaan teknologi informasi; system dokumentasi; kemudahan akses bagi masyarakat terhadap pelayanan; komunikasi terbuka dengan masyarakat melalui berbagai media; penyediaan informasi bagi masyarakat; system pelaporan, dan lainnya.
Perubahan aspek SDM meliputi antara lain : kepemimpinan yang lebih berorientasi pada pelayanan; kompetensi individual yang lebih berorientasi pada pelayanan secara professional, diman setiap individu memiliki kesabaran, keramahan, proaktif, menguasai bidang tugas dengan baik, memiliki tanggungjawab yang tinggi, berdisiplin, menghormati masyarakat yang dilayani, produktif, system pengembangan pegawai yang berorientasi pada peningkatan konpetensi untuk pelayanan; pemberian kewenangan kepada petugas ujung tombak untuk melakukan pengambilan keputusan dalam rangka pemecahan masalah yang timbul pada saat pelayanan dilaksanan; system reward and pinisment yang didukung dengan system penilaian kinerjayang mencerminkan kinerja secara nyata; system supervise atasan kepada bawahan dalam kerangka System Pengendalian Internal.
Perbaikan system remunerasi antara lain dengan pengembangan kompentensi pegawai dan jenjang karir serta reward and punishment dengan standard remunerasi yang mampu meningkatkan semangat ,disiplin dan etos kerja pegawai agar tidak terdorong untuk mencari sumber-sumber lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kesemuanya itu didukung dengan penerapan system merit yang mempertimbangkan prestasi kerja, sehingga tidak terjadi Peraturan Gaji Pegawai Sipil (PGPS) ‘diplesetkan’ menjadi ‘Pinter Goblok Pendapatan Sama’.
Perubahan-perubahan dalam rangka reformasi birokrasi sebagaimana dimaksud di atas, memerlukan pemenuhan prinsip-prinsip sebagai berikut :
Paradigma Pengawasan
Salah satu amanat agenda reformasi adalah pemberantasan terhadap semua praktek-praktek KKN. Dalam era reformasi, langkah awal untuk melakukan pemberantasan KKN telah ditetapkan dalam Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN, yang antara lain mengamanatkan perlunya “membersihkan penyelenggara Negara dari praktek KKN dengan memberikan sangsi yang seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hokum yang berlaku, meningkatkan efektivitas pengawasan internal dan fungsional dan serta pengawasan masyarakat, dan mengembangkan etika dan moral”. Semangat pemberantasan KKN ini kemudian juga ditegaskan dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari KKN, serta berbagai peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan pemberantasan tindak pidana korupsi dan upaya penerapan prinsip-prinsip good governance.
Peranan pengawasan sangatlah penting untuk pencapaian keberhasilan dan kemajuan organisasi. Tujuan pengawasan pada dasarnya membandingkan kondisi yang ada dengan yang seharusnya; bila ditemukan penyimpangan segera diambil tindakan koreksi.
Dalam kaitan ini, perlu dipahami bahwa pada dasarnya terdapat perbedaaan pengertian pemeriksaan dan pengawasan. Dengan pengertian yang tepat, maka dapat membantu pemahaman atas perubahan paradigm pengawasan dalam reformasi birokrasi. Dalam UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Pertanggungjawaban Keuangan Negara, dinyatakan bahwa pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan professional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara. UU ini secara tegas menyatakan bahwa pemeriksaan harus dilakukan oleh pihak yang independen. Dalam hubungan ini, UUD 1945 mengamatkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga pemeriksa keuangan Negara yang bebas dan mandiri.
Disisi lain, pengawasan mengandung pengertian yang lebih luas, dan dalam konteks pengawasan internal pemerintah lebih berarti sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk membantu suatu manajemen dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang tidak terpisah dari manajemen/organisasi birokrasi modern. Pengawasan juga berfungsi untuk meningkatkan kredibilitas informasi yang disampaikan oleh manajemen. Fungsi pengawasan pada umumnya melekat secara administrasi dalam struktur organisasi, dengan posisi dibawah pimpinan organisasi tersebut. Hal ini berarti pengawasan dilakukan oleh pihak yang tidak independen. Dalam hubungan ini, aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) lebih berfungsi sebagai ‘mata dan telinga’ instansi pemerintah.
Sejalan dengan bergulirnya reformasi dan langkah-langkah yang dilakukan dalam reformasi birokrasi sebagaimana diuraikan secara ringkas di atas, maka paradigm pengawasan dewasa ini menempatkan peran APIP sebagai konsultan dan katalisator dalam membantu manajemen birokrasi pemerintah melakukan penilaian dan pengukuran terhadap kinerja organisasi. Hal ini dilakukan dengan mengukur kinerja oeganisasi melalui, antara lain : instrument pemeriksaan operasional, performance audit, value for money audit, dan key performance indicators audit.
Audit internal yang dilakukan APIP pada dasaranya merupakan pemberian bantuan kepada manajemen dalam mengidentifikasi dan memberikan rekomendasi terhadap terjadinya inefisiensi dan potensi penyimpangan serta kegagalan pencapaian tujuan organisasi. Artinya APIP adalah juga mitra manajemen dalam upaya mencapai kinerja yang diharapkan. Dengan demikian, ada dua peran utama audit kinerja yaitu sebagai watchdog dan sebagai agent of change. Sebagai watchdog, berperan melakukan pemantauan kinerja untuk mendorong pencapaian rencana dan target yang ditetapkan. Sebagai agent of change, lebih berperan dan berfokus pada evaluasi governance, antara lain melalui system pengawasan interaktif yang dapat memberikan umpan dengan (feedforward) untuk perunahan perencanaan dan strategi organisasi. Dalam hal ini diperlukan pengawasan yang bersifat stratejik yang tidak hanya menggunakan pendekatan single loop learning yang menekankan pada pengecekan atas kesesuaian pelaksanaan kebijakan dengan rencana, juga mengevaluasi kebijakan, program dan kegiatan dengan memperhatikan lingkungan stratejiknya. Dengan demikian, paradigm pengawasan dalam reformasi birokrasi tidaklah hanya bmenekankan peran audit internal sebagai watchdog saja, tetapi juag menegaskan pentingnya peran audit internal sebagai agent of change yang meliputi kegiatan-kegiatan pemberian konsultasi/pembinaan dan sebagai katalis dalam mewujudkan administrasi dan manajemen pemerintah yang baik.
Uraian singkat tersebut di atas diharapkan dapat menegaskan pentingnya upaya perubahan dalam reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi adalah perubahan yang memerlukan berbagai tahapan dalam implementasinya. Hal ini antara lain memerlukan adanya rencana yang jelas, komitmen, sinergi, komunikasi, dan konsistensi dalam melakukan reposisi dan restrukturisasi kelembagaan dan ketatalaksanaan, serta kesejahteraan dan profesionalisme PNS yang menjadi fakktor utama.
Reformasi birokrasi dalam pelayanan public menegaskan pentingnya perbaikan kualitas pelayanan public dengan focus pada kepentingan masyarakat, dan tegaknya akuntabilitas dan transparansi. Paradigma pengawasan dalam reformasi birokrasi menunjukkan perubahan peran penting internal auditor dalam organisasi yang tidak terbatas pada peran pemeriksaan terhadap data/informasi yang disajikan, tetapi lebih penting lagi peran dalam evaluasi atas kebijakan dan pengamanan harta kekayaan organisasi serta penilaian atas penggunaan sumber daya yang dikuasai dan dikelolah organisasi, serta menjaga kualitas pelayanan public. Pengawasan harus benar-benar diberdayakan dan terbuka kepada public sehingga dapat mendorong diterapkannya best practices prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan public. Reformasi birokrasi dalam pelayanan public menegaskan bahwa pada dasaranya birokrasi harus siap untuk ‘directly accountable’ kepada public.
Tegaknya akuntabilitas dan transparansi Paradikma pengawasan dalam reformasi birokrasi menunjukkan perubahanperan penting internal auditordalam organisasi yang tidak terbatas pada peran pemeriksa terhadap data/informasi yang disajikan, tetapi lebih penting lagi peran dalam evaluasi atas kebijakan dan pengamanan harta kekayaan organisasi serta penilaian atas penggunaan sumber daya yang dikuasai dan dikelola organisasi, serta menjaga kualitas pelayanan publik sehingga dapat mendorong diterapkannya best practicesprinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Reformasi birokrasi dalam pelayanan publik menegaskan bahwa pada dasarnya birokrasi harus siap untuk dinilai dan sisampaikan kepada publik.
Penulis : Jufri, M.Si
Merupakan Auditor Madya Itjen Kementerian Agama RI