Reformasi Administrasi Publik Menuju Paradigma Baru

Reformasi telah lebih dari 16 tahun dijalankan di Indonesia. Perubahan dan perkembangban system politik, social dan ekonomi telah menyebabkan pula banyak perubahan yang signifikan di tanah air. Berbagai macam upaya dilakukan pemerintah untuk memperbaiki system yang selama ini identik dengan sentralistik, konvensional, otoriter, militeristik dan berbagai julukan yang diletakkan dengan system birokrasi dan administrasi pemerintahan kita. Setalah runtuhnya rezim orde baru, maka orientasi dsn paradigma system birokrasi dan administrasi pemerintahan pun mengalami perubahan signifikan.

  Reformasi administrasi dibutuhkan tidak hanya oleh Indonesia, tetapi juga oleh Negara-negara lainnya. Faktor-faktor, seperti semakin terbukannya pasar bebas dunia, kepentingan pasar terhadap pelayanan yang lebih professional, kompetisi global, dan tuntutan otonomi yang dimiliki oleh masing-masing wilayah regional dan local menjadi pemicu bagi perubahan system administrasi public yang ada. Gerakan reformasi administrasi sendiri di berbagai belahan dunia telah menjadi suatu gerakan massif yang dilakukan sebagai bentuk respons terhadap perubahan dinamika ekonomi, social, dan politik di ranah global.

 Makalah ini berusaha mengkaji secara teoritis terlebih dahulu tentang reformasi birokrasi, tujuan dan elemen-elemen perubahan secara teoritis,kemudian mencoba untuk menggaitkannya dengan gerakan  reformasi administrasi yang dilakukan di Indonesia setelah masa reformasi digulirkan pada tahun 1999 lalu. Ketika reformasi birokrasi dilakukan di tanah air sejak masa pemerintahan SBY yang lebih menonjol, maka secara otonomis reformasi administrasi pun mengikuti jejaknya.Apa dan bagaimana reformasi administrasi yang telah dilakukan, akan dibahas dalam studi kali ini.

Konsep Dasar Administrasi dan Reformasi Administrasi

 Sebelum lebih jauh membahas reformasi administrasi, barangkali terlebih dahulu dijelaskan secara singkat tentang administrasi dan karakteristiknya. Administrasi menurut Herbert Simon (1999 dalam Pasolong, 2010) adalah kegiatan-kegiatan kelompok kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Siagian (2004) mendefenisikan administrasi sebagai keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atas rasionalitas tertentu mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pasolong sendiri kemudian merangkum banyak definisi tentang administrasi dan menjelaskan bahwa administrasi adalah “pekerjaan terencana yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam bekerjasama untuk mencapai  tujuan  atas  dasar efektif, afisien dan rasional”.

 Dari pengertian ini, bisa dijelaskan bahwa karakteristik administrasi sendiri antara lain : efisien, efektifitas dan rasional. Efisien diartikan bahwa tujuan atau motif administrasi adalah mencapai hasil yang efektif dan efisien. Efisien juga bisa diartikan berdaya guna. Dengan kata lain, administrasi harus menghasilkan sesuatu yang berdaya guna. Efektif diartikan sebagai berhasil guna. Maka administrasi harus bisa dijalankan untuk menghasilkan sesuatu yang diharapkan sesuai dengan tujuan. Sedangkan karakteristik rasional artinya bahwa tujuan yang dicapai bermanfaat dan berguna serta dapat dilaksanakan.

  Dalam kaitannya dengan administrasi public sendiri, bahwa usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan kelompok yang dilakukan tersebut mengarah pada persolan pemerintah dan berorientasi pada kepentingan public yang seluas-luasnya. Karakteristik dari administrasi public sendiri tidak berbeda dari karakteristik administrasi, yang kesemuanya di arahkan untuk tujuan pelayanan public yang prima dan kebijakan public yang berdaya guna dan berhasil guna bagi upaya-upaya melayani public.

  Soesilo Zauhar mendefenisikan reformasi administrasi sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mengubah struktue dan prosedur birokrasi dan perilaku birokrat, guna meningkatkan efektifitas organisasi atau menciptakan administrasi yang sehat dan menjamin tercapainya tujuan pembangunan nasional. “Dalam konsepsinya ini, Zauhar lebih menekankan pada perubahan terhadap struktur dan prosedur administrasi bagi terwujudnya system pembangunan Negara yang lebih besar.

  Reformasi administrasi dilakukan sebagai respons terhadap persepsi dan pandangan negative banyak pihak terhadap system administrasi yang selama ini terkesan lamban, berbelit-belit, tidak professional, dan tidak bersih/tidak akuntabel. Seperti halnya birokrasi yang menurut Webwe merupakan bentuk aktivitas yang menuntut koordinasi ketat terhadap kegiatan sejumlah besar orang, dan melibatkan keahlian khusus yang memerlukan strukturasi dalam organisasi administrasi publicpun merupakan merupakan bagian dari birokrasi yang berhubungan dengan konsep-konsep pencatatanj, pembuatan peraturan dan kebijakan,n serta administrasi pelayanan public.

  Menurut Philip J. Cooper (1998) menyebutkan banyaknya tantangan yang dihadapi dari administrasi public seperti : keberagaman (diversity), akuntabilitas (accountability), masyarakat sipil (civil society), privatisasi, birokratisasi, demokrasi, pengayaan kembali (re-engineering), pemberdayaan akibat pesatnya perkembangan teknologi dan ototnomi daerah. Owen Hughes (1998) juga menambahnkan bahwa krisis manajemen, kondisi budaya administrasi,

pengembangan sumber daya manusia, dan sebagainya juga menjadi dorongan sekaligus tantangan bagi system administrasi untuk menjadi lebih baik. Perubahan bagi system administrasi public yang telah ada tidak saja ditekankan pada teknik-teknik administrasi dan ptraktik-praktik administrasi, melainkan pada semua elemen seperti sumber daya manusia, kepemimpinan, pola piker, orientasi, struktur birokrasi, perangkat yang digunakan dan sebagainya. Itulah sebabnya konsep-konsep pemberdayaan, pengembangan, pengayaan, dan lain-lain menjadi kunci utama bagi perubahan atau reformasi administrasi.

Urgensi Reformasi Administrasi dan Apa yang Dilakukan

  Menurut De Gusman dan Reforma, ada beberapa elemen umum dari reformasi administrasi yang harus dilakukan. Pertama, adanya perubahan yang terencana dilakukan secara cermat terhadap birokrasi public. Dengan kata lain, reformasi bukanlah tindakan yang begitu saja dilakukan, melainkan ada perencanaan strategi pencapaian yang jelas rentan waktunya. Perubahan dilakukan bukan karena keinginan berubah, tetapi perubahan dilakukan untuk memperbaiki system yang lebih besar dan semua komponen system yang terlibat.

 Kedua, reformasi administrasi dilakukan dengan inovasi atau temuan-temuan baru dan pikiran-pikiran kreatif yang lebih segar dan inovatif. Reformasi menuntut adanya kesepahaman dan itikad bersama menujun pada perubahan dengan konsep-konsep yang lebih baru, semangat baru, dan motifasi yang lebih kreatif.

  Ketiga, reformasi administrasi diharapkan dapat menghasilkan keluaran atau aouput berupa perbaikan efisiensi dan efektifitas pelayanan public. Karena administrasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka otomatis harus ada jaminan bagi kegunaan dan hasil yang baik.

  Keempat, rmasi administrasi dilakukan karena kebutuhanya atau urgensinya dibenarkan dengan adanya tuntutan untuk mengatasi ketidakpastian dan perubahan yang cepat yang terjadi dalam lingkungan organisasi. Manakala administrasi dijalankan, maka segala yang berkaitan dengan ketidakpastian dan perubahan yang cepat pun diharapkan bisa teratasi.

  Perubahan atau reformasi terhadap administrasi public sendiri bisa dilakukan pada aspek-aspek berikut. Pertama,  reforeformasi administrasi atau perbaikan system administrasi bisa dilakukan pad aspek-aspek seperti struktur birokrasi, strategi pelaksana dan pencapaian motif yang dibuat, fungsi  dari  administrasi  sendiri, proses  administrasi  dan  system  atau prosedur, serta budaya organisasi yang kesemuanya memperkuat kapasitas administrasi pemerintah.

Kedua, agenda utama dalam reformasi administrasi adalah perubahan mendasar dan luas terhadap administrasi public, seperti inovasi organisasi, pembangunan institusi, perbaikan teknologi dan manajemen organisasi, serta melibatkan system reformasi dalam arti yang lebih luas dari administrasi public.

 

  Kita ketahui bahwa tujuan dari reformasi administrasi sendiri sebenarnya ada tiga hal, yakni (1) perbaikan tatanan yang dianggap sebagai sifat instrinsik pemerintah dalam masyarakat tradisional dan modern, (2) perbaikan metode atau pembaharuan teknik administrasi perlu juga dilakukan, (3) tujuan reformasi administrasi adlah untuk perbaikan kinerja atau reformasi programatik.

 Reformasi administrasi adalah (1) restrukturisasi, struktur yang awalnya menghambat dan berbelit-belit, harus diubah menjadi struktur yang lebih ramping tetapi efisien dan efektif, (2) partisipasi dari semua unsure pelaksana dan pembuat kebijakan administrasi public perlu dilibatkan, (3) sumber daya manusia yang diperlukan adalah yang lebih professional dan lebih cekatan, (4) akuntabilitas administrasi diperlukan bagi terciptanya system yang bertanggung jawab dan transparan, (5) kemitraan antara pemerintah dan swasta, sehingga tidak ada lagi segregasi yanglebih kuat sehingga gep keduanya semakin besar yang ahirnya merugikan kedu belah pihak.

Karena itu reformasi administrasi diarahkan pada perwujudan 10 prinsip bagi kebaikan system administrasi/birokrasi. Menurut mereka, reformasi administrasi haruslah menghasilkan pemerintahan yang bersifat antara lain : katalistik, milik rakyat, kompetitif, digerakkan oleh misi, berorientasi hasil, berorientasi pada pelanggan, wirausaha, antisipatif, desentralisasi, dan berorientasi pasar. Jika 10 prinsip ini dimiliki dan dijalankan dalam reformasi administrasi, maka tujuan yang diharapkan akan bisa berhasil guna dengan baik.

 Administrasi public dapat berperan positif dalam mengawal proses demokratisasi sampai pada tujuan yang dicita-citakan, karena pada dasarnya administrasi public berurusan dengan persoalan bagaimana menentukan. Dengan kata yang berbeda, administrasi public bukan saja berurusan dengan cara-cara yang efisien untuk melakukan proses demokratisasi, melainkan juga mempunyai kemampuan dalam menentukan tujuan proses demokratisasi itu sendiri, terutama dalam bentuk penyelenggaraan pelayanan  public  secara  efektif  sebagai wujud dari penjaminan hak-hak konstitusional seluruh warga Negara.

 Kita melihat kecenderungan administrasi public yang berkembang saat ini dan telah mendukung proses demokratisasi, karena sudah tidak terlalu kirarkisndan parochial, tetapi lebih mirip sebuah jaringan. Kecenderungan ini mempunyai implikasi yang sangat penting dan positif terhadap perkembangan demokrasi, termasuk tanggungjawab yang berubah terhadap kepentingan public, terhadap pemenuhan prefensi public, dan terhadap perluasan liberalisasi politik, kewarganegaraan, dan tingkat kepercayaan public. Administrasi public yang berbentuk jaringan dapat mengatasi hambatan nenuju pengelolaan yang demokratik dan dapat membuka kemungkinan untuk memperkuat pemerintahan yang bergantung kepada nilai-nilai dan tindakan-tindakan administrasi public.

Gerakan Reformasi Administrasi di Indonesia

  Salah satu gerakan reformasi administrasi public yang juga sempat popular di awal 90-an muncul dalam kemasan ‘reinventing government’ yang berakar pada tradisi dan perspektif new Publik Management yang merupakan kristalisasi dari praktik administrasi public di Amerika Serikat. Para pendukung gerakan ini berpendapat bahwa institusi-institusi administrative yang didirikan dalam kerangka birokrasi dengan model komando dan pengawasan telah berubah secara signifikan selama abad ke-20 dan harus terus diubah. Birokrasi jenis ini tidak lagi efektif, efisien dan sudah ketinggalan zaman dalam tatanan ekonomi-politik dunia yang semakin menggelobal. Oleh karena itu, birokrasi di Amerika Serikat harus melakukan reformasi institusi administrasi public agar lebih memiliki karakter kewirausahaan.

  Gerakan administrasi reformasi di dunia global di dorong oleh empat tekanan, yakni politik, ekonomi, social dan institusional. Tidak jauh berbeda dari gerakan reformasi administrasi di Indonesia. Terjadinya gerakan reformasi ini diakibatkan oleh beberapa tekanan yang muncul.

   Pertama, tuntutan akan perubahan system politik yang lebih demoklratis pada semua aspek kehidupan bangsa mulai disuarakan ketika terjadinya krisis ekonomi kala tahun 1997. Kekuasaan resim orde baru Suharto yang kala itu begitu kuat, otoriter, sentralistik dan tidak memberikan akses kepada rakyat untuk berpartisipasi lebih besar dalam aktivitas pemerintahan, tetapi hanya mengutamakan kepad kroni dan keluarga dekatnya. Tuntutan untuk lebih demokratis menyebabkan keinginan untuk mengubah orientasi administrasi/birokrasi public yang ada.

   Kedua, adanya perubahan social dalam masyarakat yang begitu dinamis pada masa setelah tumbangnya orde baru menyadarkan bahwa pihak akan perlunya dan bergunanya perubahan bagi tatanan sosial yang ada. Keterbukaan, akses yang lebih lebar, dan tuntutan pada perbaikan standar hidup dan kelayakan hidup masyarakat, membuat urgensi parubahan dalam birokrasi dan kebijakan public yang dilakukan.

  Ketiga, krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 dan disusul kemudian pada tahun 2008 menyebabkan dorongan-dorongan besar lapisan masyarakat akan perubahan. Krisis ekonomi global telah menyebabkan terpuruknya kondisi ekonomi negara dan rakyat. Itulah sebabnya diperlukan perangkat dan system administrasi public yang lebih baik untuk mengatasi krisis yang ada. Dari sinilah gerakan perubahan mulai bordering.

  Keempat, tuntutan bahwa Negara-negara di dunia harus terlibat dalam perdagangan dan pasar bebas global dan terlibat dalam organisasi administrasi public yang lebih professional dan berstandar internasional. Keluranya beberapa investor besar asing di Indonesia misalnya, adalah salah satu contoh karena system administrasi dan birokrasi tanah air yang tidak professional, lamban, berbelit-belit, dan terlalu banyak pungutan liar yang tidak jelas. Pindahnya pabrik Sony ke singapura dan diikuti oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Nike, Samsung dan sebagainya, telah menyebabkan bertambahnya pengangguran di Indonesia dan berkurangnya devisa Negara.

 Kelima, tuntutan daerah untuk menjalankan roda roda pemerintahan sendiri tanpa tergantung pada pemerintah, juga telah banyak mengubah birokrasi dan administrasi di pusat dan daerah. Otonomi daerah merupakan salah satu dorongan penting bagi pelaksanaan reformasi administrasi yang lebih baik dan mendukung pencapaian tujuan pemerintah.

 Dalam banyak hal, reformasi politik yang bergulir sampai saat ini sekali lagi tampak berada dalam jalur yang benar. Yang dibutuhkan adalah kesabaran untuk bertahan dan konsisten untuk melakukan langkah-langkah sistematis yang diperlukan. Proses demokratisasi di Indonesia tidak hanya diuji melalui pemilihan presiden secara langsung, namun terutama ditantang untuk mampu keluar dari berbagai masalah agar dapat memenangkan pertarungan dengan bangsa-bangsa lain.

 Dari  apa yang  telah  dikemukakan di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa, administrasi  public dapat menempati  tempat di jantung gerakan  demo kratisasi politik, asalkan  memenuhi  paling tidak tiga persyaratan  : Pertama, mampu melakukan perencanaan strategis yang menyeluruh. Kedua, mempunyai struktur organisasi yang tidak terlalu hirarki dan parchial. Ketiga, membebaskan  diri dari  pendekatan dan  kultur militeristik dalam melakukan  pelayanan publik

Berkaitan dengan perencanaan strategis, Indonesia mempunyai pengalaman dan institusi perencanaan seperti Bappenas di tingkat pusat dan BKD di tingkat daerah. Hal yang diperlukan adalah revitalisasi dan reposisi fungsi-fungsi institusinal yang disesuaikan dengan konteks demokrasi yang dikehendaki. Mekanisme perencanaan atau lebih benyak memberikan kesempatan kepada masyarakat sipil untuk berperan aktif dalam kegiatan pembangunan dan proses reformasi administrasi itu sendiri, dapat terus dijalankan bukan sekedar basa basi atau mencari legitimasi.

 Terakhir bahwa syarat yang juga penting adalah struktur dan kultur birokrasi di Indonesia harus mau berubah dan berinovasi. Kesabaran dan ketekunan untuk melakukan perubahan secara incremental untuk mengurangi (jika tidak dapat menghindar) biaya social, politik, dan ekonomi yang tinggi masih sangat dibutuhkan. Dalam kaitan dengan ini, pembicaraan mengenai isu reformasi administrasi public menjadi relevan.

 

Penulis : H. Jufri, M.Si

Merupakan Auditor Madya Itjen Kementerian Agama RI


TERKAIT

Opini LAINNYA