Optimalisasi Pojok Moderasi Berbasis Kearifan Lokal

Oleh : Hj. Septy Veronica, SE, M.Si (Analis Kebijakan Ahli Muda pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bengkulu)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Provinsi Bengkulu terdiri dari banyak suku, bahasa, agama dan budaya. Keragaman tersebut memunculkan kearifan lokal yang bermacam-macam pada masing-masing daerah seperti budaya suku Rejang, budaya Melayu, Budaya Serawai sebagai suku budaya asli dan berbaur pula dengan budaya Jawa, Sunda, Bali, Batak, Padang dan Sumatera Selatan sebagai suku pendatang.

Upaya sebaiknya dilakukan dalam rangka memberikan pelayanan moderasi kepada masyarakat oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bengkulu berdampak kepada pelaksanaan fungsinya sebagai pusat layanan dan pembinaan keagamaan masyarakat. Jika pelayanan keagamaan dilakukan di ruang kerja masing-masing bidang sehingga cukup terbatas waktunya dan tidak dapat maksimal pelayanannya.

Untuk mendukung pelayanan moderasi beragama perlu disediakan pojok moderasi yang berbasis kearifan lokal. Di ruang ini, semua petugas menggunakan symbol budaya lokal seperti pada hari tertentu pakaian adat, menyediakan media literasi kebudaaan daerah berupa buku, majalah, alat peraga dan etalase pamer budaya dari masing-masing daerah di Provinsi Bengkulu.

Pelaksana program ini adalah seluruh Kantor Kementerian Agama se Provinsi Bengkulu. Untuk mendukung pelayanan pada pojok moderasi, perlu ditempatkan petugas-petugas yang berkemampuan komunikasi dengan baik, berkemampuan melayani. Seluruh petugas berpakaian adat yang ada di Provinsi Bengkulu secara bergantian. Pojok moderasi dilengkapi dengan fasilitas mini museum yang menampilkan informasi-informasi budaya baik berupa tulisan, gambar dan benda-benda yang menjadi ciri khas masing-masing daerah yang ada di Provinsi Bengkulu. Juga dikumandangkan lagu-lagu daerah Bengkulu dengan volume suara yang disesuaikan.

Rumusan masalah dalam risalah kebijakan ini adalah upaya apa yang harus dilakukan dalam rangka penguatan moderasi kepada masyarakat berbasis budaya lokal oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bengkulu. 

PENDAHULUAN

Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap dan perilaku beragama yang dianut  oleh mayoritas penduduk negeri ini dan telah dipraktikkan dari dulu hingga sekarang. (Mc. Wija, 2020: 21) Kemajemukan Indonesia patut kita syukuri sebagai  kekayaan yang benar-benar diperhatikan dan disatukan sehingga kekayaan besar bangsa ini dapat menjadikan Indonesia  utuh, bersatu dalam keberagamannya. Sebab,  di satu sisi pluralisme merupakan nilai kebangsaan, di sisi lain dapat menimbulkan masalah jika  tidak diperhatikan untuk menciptakan kebhinekaan. (Kolil Anwar : 2021)

Dalam konteks sosial budaya, berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang yang berbeda agama merupakan bagian dari ajaran agama (Mumtaahanah ayat 8). (Sallman, 2021 : 9). Dalam konteks berbangsa dan bernegara atau sebagai warga negara, tidak ada perbedaan hak dan kewajiban berdasarkan agama. Semua sama di mata negara. Dalam konteks politik, tidak ada salahnya bermitra dengan agama yang berbeda. Bahkan ada kebutuhan untuk berkomitmen pada kesepakatan politik yang dibuat bahkan dengan orang-orang yang berbeda agama, sebagaimana dibuktikan oleh pengalaman empiris Nabi di Madinah dan banyak cerita lisan Nabi. (Kelana, 2019: 78) MB menentang politik identitas dan populisme. Karena tidak hanya bertentangan dengan ajaran dasar dan gagasan moral atau tujuan akhir agama yaitu mencari keuntungan, juga sangat berbahaya bagi konteks kemajemukan Indonesia. Menurut Mulya (2018: 78) Dalam komunitas keagamaan, MB tidak menambah atau mengurangi ajaran agama, saling menghormati dan menghargai jika terjadi perbedaan (khususnya di ruang publik), tetap mengacu pada metode keilmuan. Tidak bisa atas nama moderasi beragama, semua orang bisa berpikir dan berbicara dengan bebas tanpa mengikuti kaidah ilmiah dan tanpa latar belakang dan pengetahuan yang memadai.

Pemahaman Islam ada dua, pertama pemahaman tekstual dan kedua pemahaman  kontekstual. Pemahaman  tekstual memahami Islam menurut apa yang tersurat dalam kitab suci dan apa yang tidak tersurat dalam kitab suci tetap saja. Sedangkan pemahaman  kontekstual adalah pemahaman yang mencakup situasi sosial dan budaya suatu masyarakat. Pemahaman tekstual ini menciptakan cara berpikir eksklusif tentang agama, sedangkan pemahaman  kontekstual menciptakan cara berpikir inklusif tentang agama. (Cassram, 2019)

Perlu ditekankan bahwa pentingnya peran tradisi agama dan kearifan lokal dalam menciptakan perbedaan dan keberagaman. Budaya berbasis tradisi lokal secara signifikan memperkuat kehidupan beragama yang moderat sebagai jalan tengah antara pihak ekstrim kanan dan kiri. Keberagaman dan perbedaan juga berpotensi menjadi sumber konflik. Semua pihak memerlukan upaya  melalui pendekatan budaya yang tepat. Sehingga moderasi beragama  bisa diterapkan dengan baik.

Kebudayaan merupakan media strategis penyebaran agama di Indonesia. Misalnya dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, ulama mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai penyebar dan perawat kebudayaan. Dialektika agama dan budaya ini mengajarkan manusia untuk saling memahami, menghormati dan menghargai. (Mc. Wija, 2019)

Menurut Maimuun (2019) peran para penyelenggara negara sangat menentukan dalam mengkomunikasikan dan mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama kepada publik, sesuai dengan tugas, fungsi, dan kapasitasnya masing-masing. Mereka adalah stakeholder kunci (key stakeholders) penguatan moderasi beragama, karena mereka memiliki legitimasi dan otoritas langsung terhadap sistem ketatanegaraan dan kemasyarakatan. Penguatan oleh penyelenggara negara dapat mempercepat upaya menjadikan moderasi beragama sebagai gerakan nasional yang terintegrasi antara para penyelenggara negara dan masyarakat. Di instansi Kementerian/Lembaga sendiri, penguatan moderasi beragama harus dijadikan sebagai bagian dari penilaian kinerja dalam reformasi birokrasi.

Rumusan masalah dalam risalah kebijakan ini adalah apa upaya strategis yang harus dilakukan dalam mengoptimalisasikan layanan pojok moderasi pelayanan kepada masyarakat berbasis kearifan lokal. Permasalahan ini penting untuk dilakukan karena Kementerian Agama se Provinsi Bengkulu disamping memberikan layanan bidang penerangan, pendidikan dan haji juga berfungsi sebagai pusat layanan dan pembinaan keagamaan masyarakat. Bagaimana merekayasa kearifan lokal menjadi instrument dalam menjadikan moderasi beragama sebagai sebuah sistim nilai dalam kehidupan bermasyarakat.

DESKRIPSI MASALAH

Pertama, Provinsi Bengkulu terdiri dari banyak suku, bahasa, agama dan budaya. Keragaman tersebut memunculkan kearifan lokal yang bermacam-macam pada masing-masing daerah seperti budaya suku Rejang, budaya Melayu, Budaya Serawai sebagai suku budaya asli dan berbaur pula dengan budaya Jawa, Sunda, Bali, Batak, Padang dan Sumatera Selatan sebagai suku pendatang.

Kedua, Setiap hari banyak umat beragama yang datang ke setiap satuan kerja untuk mendapatkan pelayanan termasuk berkaitan dengan permasalahan keagamaan. Hal ini menjadi sebuah peluang bagi Kementerian Agama untuk mewujudkan pelayanan dengan menampilkan kearifan lokal pada pojok moderasi yang diperlihatkan oleh seluruh perangkat SDM yang terlibat dalam pojok moderasi seperti coustumer service, cleaning service dan seluruh ASN.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

  1. Peran para penyelenggara negara sangat menentukan dalam mengkomunikasikan dan mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama kepada publik, sesuai dengan tugas, fungsi, dan kapasitasnya masing-masing. Oleh karena itu seluruh jajaran Kementerian Agama di Provinsi Bengkulu perlu melakukan penguatan dan mempercepat upaya menjadikan moderasi beragama sebagai gerakan yang terintegrasi berbasis kearifan lokal.
  2. Untuk mendukung pelayanan moderasi beragama perlu disediakan pojok moderasi yang berbasis kearifan lokal. Di ruang ini, semua petugas menggunakan symbol budaya lokal seperti pada hari tertentu pakaian adat, menyediakan media literasi kebudaaan daerah berupa buku, majalah, alat peraga dan etalase pamer budaya dari masing-masing daerah di Provinsi Bengkulu.
  3. Pelaksana program ini adalah seluruh Kantor Kementerian Agama se Provinsi Bengkulu.
  4. Untuk mendukung optimalisasi pelayanan pada pojok moderasi, perlu ditempatkan petugas-petugas yang berkemampuan komunikasi dengan baik, berkemampuan melayani. Seluruh petugas berpakaian adat yang ada di Provinsi Bengkulu secara bergantian.
  5. Pojok moderasi dilengkapi dengan fasilitas mini museum yang menampilkan informasi-informasi budaya baik berupa tulisan, gambar dan benda-benda yang menjadi ciri khas masing-masing daerah yang ada di Provinsi Bengkulu. Juga dikumandangkan lagu-lagu daerah Bengkulu dengan volume suara yang disesuaikan.

KESIMPULAN

Upaya sebaiknya dilakukan dalam rangka memberikan pelayanan moderasi kepada masyarakat oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bengkulu berdampak kepada pelaksanaan fungsinya sebagai pusat layanan dan pembinaan keagamaan masyarakat. Jika pelayanan keagamaan dilakukan di ruang kerja masing-masing bidang sehingga cukup terbatas waktunya dan tidak dapat maksimal pelayanannya.

Untuk mendukung pelayanan moderasi beragama perlu dilakukan optimalisasi pojok moderasi yang berbasis kearifan lokal. Di ruang ini, semua pelayanan dilakukan oleh petugas khusus dengan berpakaian daerah. Dengan sistim ini, masyarakat mendapatkan layanan secara baik, cepat dan tuntas. Solusi yang ditawarkan adalah mengoptimalkan ruang khusus pelayanan keagamaan menjadi ruangan yang bernuansa budaya lokal, dilengkapi dengan mini museum dan pemutaran lagu-lagu daerah.

Penulis:  Hj. Septy Veronica, SE, M.Si

Penulis Merupakan Pejabat Fungsional Analis Kebijakan Ahli Muda pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Bengkulu

 

REFERENSI

Anwar, Koirul. 2021. Berislam Secara Moderat. (Semarang : Lawwana)

Ahmad, Keilana. (2019). Pelayanan Moderasi Untuk Masyarakat Majemuk. Jakarta : Binangkit

Mangalutung, Salman. (2021). Konstruksi Moderasi Beragama. Jakarta : PPIM UIN Jakarta, 2021

Maimuun, Kosim. 2019. Moderasi Islam Indonesia. Yogyakarta: LKiS

PP.M UIN Jakarta. (2021).Konstruksi Moderasi Beragama. (Jakarta : PPIM UIN Jakarta, 2021)

Turrner & Bryyan S. 2018. Sosiologi Agama. ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar)

Umar, Nasaruddin. 2020. Islam Nusantara, Jalan Panjang Moderasi Beragama di Indonesia. (Jakarta : Gramedia)

Utama, Mulya. (2018). Moderasi Untuk Kemaslahatan. (Jakarta : Kencana, 2018)

Wija, Mc. (2020). Pengembangan Moderasi Beragama pada Instansi Pemerintah dan Lembaga Pendidikan. (Jakarta : Binangkit, 2020)


TERKAIT

Opini LAINNYA