kemenag

Membangun Netralitas dan Partisipasi ASN Dalam PILKADA

Penulis : Yohanes Dian Alpasa ( Penyuluh Agama Kristen Kanwil Kemenag Provinsi Bengkulu)

       Belum lama ini, Sekjen Kemendagri, Suhajar Diantoro menyebutkan setidaknya ada tiga alasan Aparatur Sipil Negara (ASN) harus netral.  Pertama, agar pemilihan umum (pemilu) tidak dipandang sedang dipengaruhi kelompok tertentu. Kedua, agar fasilitas Negara tidak hanya dipakai untuk kepentingan kelompok tertentu. Ketiga, menjaga agar layanan publik tetap terselenggara dengan baik tanpa harus membeda-bedakan golongan dalam masyarakat. Bilamana regulasi ASN telah dihasilkan dan wajib dipatuhi, Lalu bagaimana bentuk Partisipasi ASN dalam pesta demokrasi di daerah tempatnya berdinas?

       Netralitas dalam UU ASN No. 5 Tahun 2024 ditunjukkan dengan tidak berpolitik praktis, tidak mengikuti kampanye parpol, dan tidak menunjukkan keberpihakan di Media Sosial.  Aturan sudah cukup jelas, mudah dimengerti. Pemerintah juga tegas menindak pelanggaran netralitas ASN. Ketegasan itu ditunjukkan dengan memberhentikan pegawai yang terlibat kampanye, menjadi anggota partai politik, dan menunjukkan keberpihakan. Pada momen yang lain, seorang yang terbukti melanggar aturan netralitas pemilu akan dicopot dari jabatan dan ditunda kenaikan pangkatnya. 
       Tidak memihak memerlukan indikator dan batasan. Kadangkala batasan antara netralitas dan keberpihakan sulit untuk ditarik secara tegas. Misalnya saja pada kegiatan sosialisasi program pemerintah yang melibatkan tokoh-tokoh masyarakat. Bila tokoh masyarakat tersebut telah tergabung dalam partai politik, apakah kegiatan ini dapat dinilai sebagai kegiatan memihak? Perkenalan tokoh tertentu beserta jabatan adalah prosesi biasa dalam suatu kegiatan pemerintah. Yang menjadi sulit adalah kemudian adanya perkenalan dan permohonan dukungan dalam kontestasi pemilihan umum. Inilah dilema para pegawai yang berdinas di lapangan.
       Kita bersyukur sebagai pegawai Kementerian Agama (Kemenag), tidak ada arahan ataupun paksaan untuk mendukung pasangan calon tertentu. ASN Kemenag tidak diberi arahan khusus berkait dengan Pemilu; cukup diperintah menjaga kondusifitas, terlibat aktif menyukseskan jalannya pesta, dan menjaga kerahasiaan dalam menentukan pilihan. Kondisi ini layak disyukuri mengingat tidak ada tempat yang melegakan dalam dunia politik bagi mereka yang netral-netral saja. 

Keberpihakan Sesuai Regulasi
       Adanya kepatuhan ASN pada UU “Netralitas” menyebabkan keuntungan dalam masyarakat kita. Jarang atau bahkan tidak ada kita temui ASN yang membicarakan topik politik. Pembicaraan politik tidak dalam pertemuan-pertemuan warga, tidak dalam keluarga, tidak pula dalam perbincangan sesama ASN. Netralitas telah menemui tujuannya, tapi bukankah itu mengandung kelesuan? Pegawai Kemenag cukup membicarakan moral dan kaidah beragama kepada anggotanya, dan itu semua tidak bersinggungan dengan politik. Netralitas tumbuh tanpa diperintah. 

      ASN yang tidak berbicara tentang politik Tanah Air tidak dapat mengkomunikasikan politik bernegara bagi orang-orang di sekitarnya. Kepemimpinan suatu daerah dan profil pasangan calon tidak bisa dibicarakan secara leluasa kepada keluarga. Konsekuensinya jelas, satu keluarga ASN tidak mendapat pengetahuan dan informasi lengkap tentang pola kepemimpinan daerah tempatnya berdinas. Kehidupan politik yang baik menjadi representasi kepemimpinan daerah yang baik pula. Bisa jadi, ASN Kemenag tidak mengetahui profil peserta pemilu berikut visinya dalam menggarap suatu daerah, dan kemudian tidak memahami program kerja daerah hingga lima tahun ke depan.
       Memberi respon pada unggahan media dianggap sebagai keberpihakan, bisa dinilai sebagai pelanggaran kode etik.  Memperkenalkan seorang tokoh publik, sebagai sosok potensial yang dapat memimpin, memang mengandung unsur keberpihakan. Maka diperlukan langkah terbuka yang tidak melanggar prinsip netral tetapi mendukung semarak pesta demokrasi daerah.
       Sebagai ASN Kemenag misalnya, akan terasa canggung bila tidak memberikan dukungan kepada keluarga dari atasan yang sedang mengikuti kontestasi pemilu. Namun, pada prinsipnya, netralitas seorang ASN Kemenag dijamin kerahasiaan dan kebebasannya dalam memilih calon  pemimpin yang berbeda dengan pilihan rekan kerja lainnya. Pilihan dalam pemilu tidak harus sama dengan atasan ataupun rekan kerja.

       Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam pesta demokrasi yang semakin dekat, diperlukan langkah netral dan mendukung suksesnya penyelenggaraan pesta. Tidak ada larangan bagi ASN untuk bergabung dalam Organisasi Kemasyarakatan. Pegawai dan Pejabat dapat bergabung dalam Ormas. ASN Kemenag kemudian mendapat alternatif dan kebebasan memilih calon kepala daerah sesuai hati nurani sekalipun barangkali atasan ataupun pejabat tempatnya mengabdi menjadi pengurus ormas.
       ASN dapat melakukan pengawasan terhadap persiapan, proses, dan jalannya pesta demokrasi. Beberapa keputusan KPU juga perlu untuk disosialisasikan. Makin sigap ASN dalam memberikan partisipasi, jalannya Pilkada juga semakin bermanfaat untuk Negeri. 
 


TERKAIT

Opini LAINNYA