Mukomuko--(Humas) Kekerasan seksual bukanlah suatu hal yang baru terjadi di dunia, karena pada zaman jahiliyah kekerasan seksual lumrah terjadi kepada kaum perempuan. Sebagaimana pada masa Umar bin Khattab masih kafir, beliau rela membunuh anak perempuannya dengan cara dikubur hidup-hidup(Indra Gunawan, 2014). Masa jahiliyah pula perempuan tidak mempunyai hak sama sekali dalam politik, pendidikan, hubungan sosial dan bahkan perempuan tidak mendapatkan hak untuk hidup (Jamilah dan Isa, 2024).Ironinya, melalukan pemerkosaan terhadap kaum perempuan di masa jahiliyah merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi kaum laki-laki(Amirullah, 2024).
Pada zaman kontemporer kekerasan seksual masih terjadi dan berlanjut, tetapi dengan gaya yang berbeda. Pada zaman jahiliyah kekerasan seksual dilakukan dengan cara terang-terangan, sedangkan pada abad modern kekerasan seksual dilakukan dengan cara implisit. Sebagaimana menurut Andy Ketua Komisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan bahwa, terdapat 34.682 kasus kekerasan seksual sepanjang tahun 2024 (Singgih Wiryono & Bagus Santosa, 2024). Hal ini membuktikan bahwa, walaupun telah terdapat kontitusi mengatur tentang perlindungan terhadap perempuan (Permendikbud nomor 30 tahun 2021, pasal 5), tetap saja kekerasan seksual belum mampu dihapuskan secara global. Jika fenomena kekerasan seksual sampai sekarang masih terjadi, maka setidaknya penulis menawarkan solusi bagaimana mengurangi kekerasan seksual yang terjadi terhadap kaum perempuan.
Startegi Memanimalisir Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan
Adapun strategi di dalam mengurangi kekerasan seksual terhadap perempuan yakni;
Pertama, Pendidikan.Pendidikan merupakan proses seseorang untuk mendapatkan pengetahuan tentang etika dan moral yang benar, mengetahui batasan yang harus dipatuhi, dan mendidik mentalitas keberanian membela diri dalam hal kebenaran. Jika perempuan tidak di didik dengan pengetahuan yang mumpuni, maka daya kritis dan mentalitas keberanian mereka di dalam membela diri nihil akan terjadi. Seterusnya, perempuan yang belajar ilmu pengetahuan dan terdidik ia akan mengetahui hokum positif tentang perlindungan perempuan dan mereka juga mengetahui dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis tentang kedudukan perempuan.
Kedua,Perempuan harus memperbanyak literasi. Perempuan seharusnya bukan saja terpaku kepada dogmatis tradisional, yang mana tugasnya hanya dapur dan kasur. Melainkan perempuan pada zaman sekarang harus mempunyai wawasan yang luas. Wawasan yang luasakan didapati dengan cara memperbanyak literasi, bacaan dan ilmu pengetahuan. Terkadang kekerasan seksual kerap terjadi kepada kaum perempuan, tetapi sebagian perempuan tidak mengetahui secara jelas mana yang sebenarnya kekerasan seksual dan mana yang bukan kekerasan seksual. Jika perempuan memperbanyak literasi, tentu mereka akan mengetahui indikasi kekerasan seksual, mengetahui cara menangani, dan mengetahui cara pencegahannya. Maka, dengan literasi yang komprehensif kekerasan seksual bias diminimalisir dengan efektif.
Ketiga, perempuan harus berani menolak atau melawan. Indonesia ialah negara hukum, yang mana itu sendiri merupakan pelindung dari pada hak-hak warga negara yang dirugikan, dilecehkan dan didiskriminasi. Selain itu, di Indonesia sendiri telah ada badan khusus yang menangani kekerasan seksual seperti komans HAM, komnas perempuan. Jadi, tidak ada alas an bagi perempuan untuk takut bicara ketika mereka menjadi korban dari kekerasan seksual.
Keempat,Menjadikan al-Qur’an inspirasi di dalam memperlakukan perempaun.MenurutProf.Dr.Nasarudin Umar mengatakan bahwa, pada dasarnya nilai-nilai Al-Qur’an bersifat feminisme, karena banyak sekali ayat-ayat atau bahasa di dalam Al-Qur’an yang mengandung sifat-sifat dari keibuan misalnya, ar-rahman, ar-rahim, Allah maha pengampun,Allah maha pemaaf,Allah Maha Bijaksana, Allah lain-lain. Kalau kita perhatikan dengan seksama ayat-ayat berbicara tentang ancaman bagi manusia, pasti ujungnya Allah Maha Pengampun, Pemaaf, bijaksana, Sebaliknya, jarang kita temukan di ujung ayat berbunyi Allah Maha Pendendam, Allah Maha Sombong, Allah Maha Menghakimi, dan lain sebagainya. Jadi, nilai-nilai Al-Qur’an itu sendiri bersifat feminism, sama seperti sifat-sifat dari perempuan yakni, penyayang, pengasih, pengiba, dan pemaaf.
Jika niali-nilai Al-Qur’an berisi nilai-nilai feminism sedemikian rupa. Maka apabila kita menjalani kehidupan dengan mengambilin sprisai dari nilai-nilai Al-Qur’an, pelecehan seksual tidak akan pernah terjadi kepada kaum perempuan. Sesungguhnya manusia yang terinspirasi dari nilai-nilai Al-Qur’an, mereka akan memperlakukan perempuan dengan sebaik-baiknya.[Muhammad Sabri]
Referensi
Amirullah. (2024). Ketika Dunia Makin Jahiliyah, Bala Apa Yang Akan Datang? Aceh.Tribunnews.Com/. https://aceh.tribunnews.com/2024/03/25/ketika-dunia-makin-jahiliyah-bala-apa-yang-akan-datang?page=2
Indra Gunawan. (2014). Legenda 4 Umara Besar. Elex Media Komputindo.
Jamilah dan Isa. (2024). Reinterpretasi Makna Kekerasan Terhadap Perempuan (Studi Kajian Tematik Tentang Terminologi Kekerasan Dalam Qur’an). MAQASID: Jurnal Studi Hukum Islam, 13(1), 72–85.
Singgih Wiryono & Bagus Santosa. (2024). Komnas Perempuan: 34.682 Perempuan Jadi Korban Kekerasan Sepanjang 2024. Nasional.Kompas.Com/.