Perjalanan Ibadah Haji Melelahkan Namun Menyenangkan


Oleh : Drs. H. Syaiful Bahri, M.Pd
(Kasi Pelayanan Pondok Pesantren Pada Masyarakat
Kanwil Kemenag Prov. Bengkulu)



Setiap manusia yang menyatakan dirinya seorang muslim, dapat dipastikan mempunyai hasrat dan cita-cita yang sama untuk dapat menunaikan ibadah haji, karena menunaikan ibadah haji adalah merupakan rukun Islam yang kelima bagi yang mampu (istitho`ah) Q.S. Ali Imran : 97.

Minat dan hasrat umat Islam di dunia termasuk di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat walau beiring berjalannya waktu dengan musim haji dari tahun ke tahun Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) yang cendrung selalu meningkat terkecuali BPIH tahun 1432 H/2010 M menurun dari tahun sebelumnya sebanyak 80 $ USA hal ini dibuktikan dengan banyaknya calon jemaah haji yang tetap setia dan sabar menunggu dengan urutan daftar tunggu yang begitu lama bahkan ada yang sampai 4 tahun hingga lebih.

Tingginya minat sehingga terkesan berjubel dan berduyun-duyun umat Islam untuk menunaikan ibadah haji walau harus setia menunggu giliran yang sebegitu lama tersebut mengindikasikan semakin tingginya pemahaman dan kesadaran serta kemampuan financial umat islam itu sendiri. Jadi dengan demikian tingginya minat tersebut paling tidak dapat dilihat dari dua dimensi. Dimensi pertama semakin tingginya pemahaman dan kesadaran umat Islam Indonesia tentang melaksanakan ibadah haji yang merupakan rukun Islam ke lima, kedua semakin meningkatnya pendapatan umat Islam sehingga mampu memenuhi secara financial segala biaya yang dibutuhkan baik selama dalam perjalanan maupun terhadap keluarga yang ditinggalkan.


(Tampak 5orang petugas Kloter 11 PDG musim haji 1432 H/2010 M)

Beriring dengan semakin meningkatnya hasrat umat Islam untuk menunaikan ibadah haji, pemerintah Republik Indonesia pun selalu berupaya dari tahun ketahun meningkatkan kualitas pelayanan disegala bidang baik jemaah haji masih berada di tanah air maupun di Sudi Arabiah sendiri, walau Menteri Agama Republik Indonesia mengungkapkan pada acara Ta`aruf di hadapan ribuan para Petugas Kloter dan non Kloter di Makkah November 2010 M yang lalu dimana dalam sambutannya menyatakan bahwa "permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan Ibadah Haji tidak akan pernah hentinya. Ditempatkannya jema`ah haji pada ring satu semuapun bukan berarti permasalahan menjadi habis, tetapi permasalahan yang lain pasti akan timbul".


Tampak Menteri Agama RI sedang memberikan arahan pada acara ta`aruf dgn para petugas haji November 2010 di Mekkah

Karena itu penyelenggaraan Ibahah Haji yang merupakan tugas Nasional yang melibatkan banyak Instansi terkait, baik dalam nengeri maupun luar negeri tersebut senantiasa penuh dengan problem. Kesemuanya itu dibutuhkan keterpaduan semua pihak baik dalam maupun luar negeri terkait dalam menyukseskannya dengan menyatukan kometmen dalam mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan.

Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji pada pasal 2 mengatakan "Penyelenggaraan Ibadah Haji dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, profesionalitas, dan akuntabelitas dengan prinsip nirlaba". Pasal ini sangat kuat dan sangat mengikat bagi semua stick holder sampai kepada aplikasi dilapangan.

Dari pengamatan yang penulis rasakan langsung di lapangan sebagai petugas TPHI Kloter 6 PDG pada tahun 2008 dan TPIHI Kloter 11 PDG pada tahun 2010, betul apa yang telah diungkapkan Menteri Agama RI tersebut, namun kometmen dari pemerintah kita Republik Indonesia dengan segenap petugas yang ada sudah dapat diacungkan jempol dari tahun ketahun kometmen untuk memperbaiki kekurangan selalu ada, tetapi secara jujur yang namanya problem dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji tidak pernah akan habisnya, karena paling tidak ada beberapa indicator penyebabnya ; pertama banyaknya Instansi terkait baik dalam maupun luar negeri walau dengan tupoksinya sudah jelas dan berbeda satu sama lainnya namun ada-ada saja kekurangan dan kelemahannya pada setiap musim haji, kedua petugas yang memberikan pelayanan kepada jemaah haji cendrung selalu berubah orangnya dari tahun ke tahun walau itu bukan merupakan kendala yang dominan, ketiga jemaahnya haji sendiri dapat dipastikan bukan jemaah tahun yang lalu tetapi kebanyakan jemaah haji yang baru lagi, keempat yang tidak kala urgennya jemaah haji menghadapi kultur dan budaya (multi cultur) serta lainnya yang ada di Saudi Arabiah jauh sangat berbeda dengan yang ada di Indonesia.

Ketika paling tidak empat hal tersebut mau dipersatukan, maka dapat pastikan akan memakan waktu yang tidak sebentar dalam proses untuk menyatukannya. Oleh sebab itu problem terutama tatanan di level bawah atau lapangan selalu ada dari tahun ke tahun baik masalahnya sama maupun berbeda.

Ada beberapa hal yang mungkin menurut penulis perlu disikapi dan dikondisikan oleh semua stick holder yang terkait, maupun jemaah haji kita Indonesia masa mendatang antara lain:

  1. Perlu meningkatkan pembinaan dan penguasaan manasik haji bagi jemaah calon Haji dengan menitik beratkan bukan hanya dari sisi materi manasik hajinya saja, tetapi juga penekanan pada kemandirian jemaah calon haji serta menjaga martabat harga diri bangsa sebagai sebuah bangsa yang besar dan kaya.
  2. Mengamati kondisi dan kenyataan di lapangan sebagai petugas kloter yang selalu mendampingi jemaah haji baik pada tahun 2008 maupun 2010 ternyata kemampuan dan pemahaman ilmu manasik hajinya sebagian jemaah masih perlu ditingkatkan lagi. Indikasinya masih ada jemaah haji yang belum tuntas pemahamannya tentang umrah dengan aturan dan larangan ihram, thawaf, sa`i dan tahallul. Bahkan ada jemaah haji mengira setelah thawaf selesailah umrahnya?


    (Tampak TPIHI Kloter 11 PDG dan 2 para medis sedang thawaf di pelataran Ka`bah musim haji 1432 H)

    Karena itu menurut hemat penulis prosesi umrah dan haji dengan rukun-rukunya mutlak mesti dipahami dan dikuasai oleh jemaah haji, karena itu adalah merupakan inti dari ibadah haji itu sendiri karena kita Indonesia rata-rata mengambil haji Tamattu`.

    Untuk menyikapi ini menurut hemat penulis pihak Kantor Kementerian Agama Kab/Kota dan Ka. KUA Kecamatan serta pihak-pihak penyelenggara pembinaan manasik haji lainnya, dalam memberikan pembinaan manasik haji akan bijak jika narasumber yang memberikan materi pada bimbingan manasik haji tersebut memang mempunyai kompetensi sesuai materi yang akan disajikan kepada calon jemaah haji yang idealnya tidak hanya mempunyai kemampuan dari sisi materi, tetapi juga mempunyai kemampuan dalam penyampaian materi kepada audiennnya, serta tidak kala pentingnya narasumber tersebut yang senantiasa dapat mengikuti perkembangan yang ada di lapangan sehingga menjadi balance antara informasi di tanah air dengan kenyataan di lapangan nantinya.

    Selajutnya jemaah haji diperlukan penanaman paradigma kemandirian, sehingga apabila dilapangan mengalami kesulitan, umpama terpisah dari temannya tatkala thawaf tidak perlu kebingungan lalu seolah kehilangan akal, semestinya jemaah haji tersebut dapat meneruskan rentetan ibadah lanjutannya. Karena itu para narasumber dalam penyampaian materi kepada jemaah calon haji jangan ditakut-takuti tetapi diberikan kepercayaan diri serta trik-trik bekal untuk mengatasinya.


    (Tampak TPIHI Kloter 11 PDG tengah siap-siap bersama jemaah  mau menuju Arafah 15 Nov 2010)

    Disamping itu jemaah calon haji harus memiliki rasa harga diri yang tinggi selaku warga negara Indonesia yang besar dan kaya, umpama tatkala ada yang akan bershodaqah buahan, air, nasi dan atau lainnya. Biasakanlah jangan rebutan untuk mendapatkan shadaqah tersebut, termasuk tatkala antrian makan di Arafah maupun di Mina.

    Penulis mengamati sendiri sebagian besar jemaah haji kita Indonesia sering kurang sabaran dalam beberapa kondisi di atas, sehingga membuat harga diri bangsa kita Indonesia yang merupakan muslim terbesar di dunia yang sekaligus juga jumlah jemaah haji yang terbesar menjadi rendah. Ketika harga diri jemaah haji rendah akan berdampak pada perhatian, sikap, dan fasilitas yang diberikan pihak maktab kepada jemaah haji kita menjadi agak diabaikan alias rendah, padahal kita semua mengetahui jemaah haji Indonesia yang pergi menunaikan ibadah haji semuanya orang-orang pilihan dan terhormat, tidak ada yang miskin dan tidak ada pula yang gembel.


    (Tampak TPIHI Kloter 11 PDG berkacamata sedang membaur bersama jemaah antrian terima shadaqah buah saat berada di depan hotel berlokasi di Bahkutmah Mekkah November 2010 M)

  3. Perlu adanya pengawasan khusus dari suatu lembaga untuk mengawasi standar pelayanan dari pihak maktab kepada jemaah Haji terutama saat pelayanan di Makkah. Karena di Mekkah cukup lama berada di sana dengan interpal waktu lebih kurang 1 bulan dengan agenda kegiatan cukup banyak dan sangat menentukan sekaligus membutuhkan ketenangan dan kenyamanan bagi jemaah haji kita.
  4. Sebagai petugas mendampingi jemaah haji sangat terasa betul sikap dan pelayanan yang diberikan pihak maktab terhadap jemaah haji Indonesia bila dibandingkan dengan sikap dan pelayanan terhadap jemaah haji seperti dari Turki dan negara lainnya. Contoh sederhana maktab menjajikan menyediakan 17 buah bus untuk mengangkut jemaah haji Indonesia sebangak 7 kloter termasuk kloter 11 PDG menuju Arafah dalam rangka persiapan wukuf pada tanggal 15 November 2010. Apa yang terjadi dari janji 17 buah bus tersebut sangat diduga kuat tidak akan sampai paling banyak 10 buah, dengan daya tampung 1 bus maximal 50 orang.

    Pihak maktab selalu memaksakan agar dipadatkan yang mestinya 50 orang per bus menjadi 70 an orang per bus bahkan mungkin maunya lebih, sehingga dapat dibayangkan apa yang akan terjadi jemaah haji kita menjadi desak-desakan; ada yang duduk di korsi, ada yang duduk dipegangan tangan korsi, ada yang tegak itupun sesak bahkan sulit bergerak dalam kondisi tegak, sementara kondisi jemaah haji kebanyakan usia lanjut, ada yang sakit-sakitan dengan korsi rodanya bahkan ada yang kondisi struk, lalu yang sangat lebih memprihatinkan lagi orang-orang tua yang terhormat tersebut (jamaah haji kita) didesak mesti cepat-cepat masuk bus berikut dengan membawa barang bawaan walau hanya tentengan. Bahkan jika kita ingin bandingkan lebih sopan dan manusiawi orang memasukkan ayam potong yang siap dipasarkan untuk dimasukkan ke dalam mobil kertimbang memasukkan jemaah haji kita ke dalam bus.


    (Tampak TPIHI Kloter 11 PDG berkacamata tengah berdiri dalam bus bersama jemaah untuk menuju persiapan wukuf ke Padang Afarah 15 Nov.2010 M)

    Belum lagi persoalan fasilitas tenda terutama saat berada di Mina untuk tahun 2010 sangat memprihatinkan. Dapat dibayangkan jemaah haji mana kondisi capek, kebanyakan sudah usia lanjut, ada yang sakit-sakitan bahkan ada yang struk, sementara pasilitas tempat di bawah tenda sangat sempit bahkan banyak yang tidak dapat tidur dalam tenda karena sempit, sehingga tidak sedikit yang mencari tempat lain untuk tidur seperti pada ruangan tempat menyediakan makan kloter.

    Ditengah sempitnya tenda yang disediakan oleh Maktab untuk jemaah haji kita malah anehnya hampir satu tenda penuh berisi jemaah haji dari Usbekistan, bahkan bertambah aneh lagi ditengah malam 11 Zdulhijjah 1432 H tenda kloter tempat penulis sendiri dimasukkan oleh Maktab sebanyak 7 orang menurut pengakuannya berasal dari cina yang lengkap dengan identitas gelang maktab 55, sehingga kami dari kloter cukup lama bernegosiasi dengan pihak maktab dan kami punya tekad pada tengah malam itu juga 7 orang tersebut harus keluar dari tenda kloter 11 PDG yang kami pimpin, akhirnya walau alot dan lambat ketujuh orang tersebut berhasil kami keluarkan dengan memberikan pemahaman baik kepada maktab maupun jemaah yang mengaku dari cina tersebut.


    (Tampak TPIHI Kloter 11 PDG berkacamata tengah diabadikan ikut antrian untuk mendapatkan makan siang di Mina 11 Zdulhijjah 1432 H)

    Pengalaman nyata ini sebetulnya menurut hemat penulis ironis kok bisa terjadi. Kalaulah pelayanan Maktab tersebut mempunyai standar serta adanya pengawasan dari suatu lembaga diyakini tidak akan terjadi baik pelayanan angkutan bus dari pondokan Mekkah menuju Arafah dan sebaliknya, sarana pasilitas tenda di Mina tidak akan sebegitu sempit, serta tidak mungkin memasukkan jemaah haji dari luar Indonesia karena kawasannya saja adalah kawasan Asia Tenggara tidak termasuk negara Usbekistan apalagi ditambah dari negara cina. Karena itu kalau kita mempelajari pasal 3 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji "Penyelenggaraan Ibadah Haji bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi Jemaah Haji sehingga Jemaah Haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam".

    Dari pasal 3 tersebut mempunyai suatu kekuatan yang sangat menentukan dalam mengatasi masalah seperti yang dikemukakan di atas. Mungkin kita banyak yang sependapat bahwa alangkah menjadi mulianya kita bila kita mampu untuk memberikan pelayanan yang maksimal terhadap jemaah haji kita Indonesia sebagai tamu-tamu Allah yang dengan rela menunggu untuk mendapat giliran menunaikan ibadah haji dengan bertahun-tahun lamanya menunggu walau dengan sejumlah dana yang besar telah mereka keluarkan. Sebaliknya alangkah sangat disayangkan bagi kita jika kesempatan untuk berbuat baik di tanah harom dengan memberikan pelayanan maksimal kepada jemaah haji tidak mampu kita laksanakan padehal seluruh jemaah haji mendambakan itu.

    Dari sekelumit pengalaman yang penulis kemukan di atas, adalah sekedar untuk wahana membuka mata hati dan mata kepala kita bersama tanpa ada tendensi lain apalagi protes, keluhan sebagai petugas, caci maki dan lainnya, namun kesemuanya ini dimotivasii dari rasa memeliki Republik ini, rasa memiliki tanggung jawab terhadap tugas yang diembankan, serta paling tidak tulisan ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi sekaligus saran dan masukan yang konstruktif untuk dijadikan bahan kebijakan masa mendatang.

    Perjalanan Ibadah Haji memang melelahkan namun penuh dengan hal-hal yang menyenangkan, karena pelaksanaan ibadah haji disamping merupakan mengikuti napak tilasnya perjuangan dari Nabi Ibrahim As., tetapi juga sungguh sangat banyak kesenangan yang luar biasa kita dapati. Setiap orang yang melaksanakan ibadah haji sangat diyakini mempunyai rasa kepuasan, kesenangan, kegembiraan, yang sungguh sangat luar biasa bahkan tidak sedikit dalam perjalanan itu yang sulit untuk diceritakan dalam bentuk kata-kata dan tulisan tetapi tetap dapat dirasakan karena ibadah haji adalah juga dapat dikatakan sebagai suatu perjalanan spiritual seseorang sehingga satu sama lain diyakini tidak akan sama perasaan dan temuan yang didapati dan dialami walau mungkin itu suami istri yang ibadah hajinya berbarengan waktunya.

    Jika kita ingin menelusuri apa sebetulnya filosupi Rasulullah menyatakan pada statmennya melalui hadist beliau bahwa orang yang melaksanakan ibadah haji lalu mendapatkan haji yang mambur, maka dijamin ganjarannya adalah syurga.

    Menurut hemat penulis antara lain; pertama bahwa orang yang dapat menunaikan ibadah haji tersebut adalah termasuk orang-orang pilihan karena itu tidak semua orang dapat melaksanakannya serta mendapatkan haji yang mabrur walau secara materi mampu melaksanakan haji berkali-kali. Artinya berkali-kalipun orang dapat menunaikan ibadah haji belum menjamin hajinya mabrur. Karena indicator haji yang mabrur itu kata koncinya adalah orang yang dapat menghijrahkan dirinya kepada yang lebih baik setelah melaksanakan ibadah haji dari berbagai dimensi hidup dan kehidupannya. Kedua Allah Swt. telah menjadikan tanah Harom sebagai tempat yang sangat istimewa, bukti keistimewaan itu sendiri stimulan pahala bagi yang melaksanakan shalat fardhu berjamaah di masjid Nabawi di Madinah akan mendapatkan 1.000.000 kali lipat bila dibandingkan shalat di tanah air demikian pula bagi yang melaksanakan shalat fardhu berjamaah di Masjidil Harom di Mekkah dan termasuk pada masjid lain di Makkah menadapat stimulan pahala 10.000.000 kebaikan dibanding shalat fardhu di tanah air. Ketiga ada beberapa tempat yang mustajab untuk menyampaikan doa; di Raudhah pada masjid Nabawi, di depan Multazam (pintu Ka`bah), Hijir Ismail (bawah pancuran emas sisi Ka`bah), serta Jabal Rahmah special untuk dipermudah jodoh.


    (Tampak TPIHI Kloter 11 PDG berpoto setelah selesai melaksanakan umrah 1432 H)

    Kesempatan dari berbagai keutamaan yang dikemukan di atas, pada kenyataannya belum dapat dijamin bagi setiap jemaah haji dapat meraihnya, karena ada beberapa faktor penyebab antara lainnya ; pertama ada karena faktor kesehatan yang tidak mendukung bisa lantaran usia lanjut dan sakit-sakitan baik sakit bawaan dari tanah air maupun sakit setelah berada di tanah suci, kedua ada karena tidak memahami bahwa itu merupakan kesempatan emas, lantaran pemahaman manasik hajinya rendah, ketiga ada karena memang bawaan dari tanah air yang sulit ditinggalkan seperti malasnya beribadah sehingga terbawa-bawa ketika berada di tanah harom walau itu sudah dipahami merupakan kesempatan yang sangat sulit didapati, sehingga tidak terasa waktupun berjalan terus, pada akhirnya waktu yang ada dan tersedia tersebut hanya dipergunakan untuk yang kurang bermanfaat seperti berjalan-jalan kesana kemari, sopping itu dan ini, obrol sana dan obrol sini dan seterusnya dan seterusnya.

    Paling tidak itulah sebagian penyebab sangat mahal dan sulitnya mendapatkan haji yang mabrur tersebut. Karena itu sangat logis jika yang mendapatkan haji yang mabrur akan mendapatkan stimulan yang sangat istimewa berupa ganjaran syurga.


    (Tampak TPIHI Kloter 11 PDG tengah diabadikan saat berada di Raudhahmasjid Nabawi Madinah bersama jemaah berbagai negara di dunia 1432 H)