BENGKULU (HUMAS) --- Menteri Agama RI periode 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin (LHS) menyebut masih ada sekelompok orang yang salah persepsi dalam memahami Moderasi Beragama (BM).
Hal ini diungkapkan Lukman ketika hadir memberikan materi pada kegiatan pelatihan diwilayah kerja (PDWK) penggerak penguatan moderasi beragama (PMB) angkatan I dilingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bengkulu, di Mercure Hotel Kota Bengkulu. Rabu, (20/7/2022).
‘’Tidak bisa dipungkiri, masih banyak orang beranggapan moderasi beragama berarti mengutak atik agama. Padahal, yang dimoderasi itu bukan agamanya, tapi pemahaman dan pengamalan atau cara beragamanya,’’ ungkap Lukman.
‘’Saya tegaskan lagi, MB bukan mengutak atik atau merubah agama,’’ lanjut LHS.
Padahal konsep moderasi beragama yang digulirkan Kemenag itu bukanlah hal yang baru, melainkan sesuatu yang menjadi warisan para pendahulu yang berupaya dikontekstualisasi dengan kenyataan zaman hari ini, yang tujuannya agar negara Indonesia ini rukun, damai dan harmonis.
‘’Karenanya MB ini hadir menjadi solusi untuk merekatkan persatuan bangsa Indonesia ditengah kemajemukan yang ada,’’ tegasnya.
Lalu Lukman bertanya kepada peserta, apa latar belakang lahirnya MB sehingga menimbulkan tantangan yang harus dihadapi bersama? Menurutnya, ada tiga tantangan yang melatar belakanginya.
‘’Pertama, keberadaan yang justru mengingkari nilai-nilai kemanusiaan. Padahal Islam hadir sesungguhnya untuk melindungi, menjaga, merawat harkat, martabat, dan derajat kemanusiaan. Islam hadir untuk memanusiakan manusia,’’ jelasnya.
‘’Sehingga hal ini berkembangnya kelompok yang memiliki cara pandang, sikap, dan praktek beragama yang berlebihan atau melampaui batas, yang dikenal sebagai ekstrem,’’ beber LHS.
Kemudian kedua, ditambahkan LHS adalah berkembangnya klaim kebenaran atas tafsir keagamaan yang diiringi dengan pemaksaan kehendak, yang gunakan tindak kekerasan.
‘’Munculnya tafsir ini tentu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Seperti contohnya jihat, dan hijrah,’’ katanya lagi.
Ketiga adalah adanya cara pandang dan sikap yang gunakan dalil keagamaan untuk merusak ikatan kebangsaan dan sendi-sendi berbangsa dan bernegara.
‘’Kita akui bahwa dalam 10 tahun terakhir ini, muncul opini mengharamkan menyanyikan Indonesia Raya dan hormat bendera. Juga menyatakan Pancasila sebagai thagut atau berhala yang harus dimusnahkan.Ini memang tidak didakwahkan, tetapi opini justru dilaksanakan. Munculnya seperti juga tidak bisa dipertanggungjawabkan dan tentu merusak sendi-sendi kebangsaan kita,’’ imbuhnya.
Dengan demikian, PMB harus didukung dengan sikap toleransi. Yakni adalah kemauan dan kemampuan seseorang untuk menghargai dan menghormati perbedaan.
‘’Toleransi merupakan buah dari Moderasi Bergama. Menghargai dan menghormati itu tidak bisa sekadar mayoritas dan minoritas. Karena kata kuncinya lagi adalah kemauan dan kemampuan, mau belum tentu mampu begitupun sebaliknya,’’ demikian LHS.
Hadir mendampingi LHS, Kakanwil Kemenag Dr. H. Zahdi Taher, M.H.I, Kabag Tata Usaha Drs. H. Hamdani, M.Pd, mantan Kakanwil Kemenag Drs. Suardi Abbas, M.H, Subkoordinator Diklat Tenaga Administrasi Bandar, SE, MM, serta sejumlah panitia.
Kegiatan pelatihan diwilayah kerja (PDWK) penggerak penguatan moderasi beragama (PMB) angkatan I digelar Balai Diklat Palembang berkolaborasi dengan Kanwil Kemenag Bengkulu. Dalam kegiatan ini diikuti seluruh Kepala Kemenag Kabupaten/Kota, Kepala Bidang/Pembimas serta sejumlah JFT/JFU dilingkungan Kanwil.
Penulis : Tatang Wss --- Dokumentasi Tim Humas Kanwil