Kota Bengkulu (Humas) - Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sungai Serut, Syahmul Basil, S.Ag, MH menjelaskan hukum Stunning dalam Islam.
Namun sebelum itu, Syahmul Basil menjelaskan dilansir dari Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI, apa itu Stunning adalah metode pemingsanan hewan sebelum penyembelihan untuk mengurangi rasa sakit. Dalam Islam, hukumnya boleh.
"Asalkan tidak menyebabkan kematian atau rasa sakit yang berlebihan pada hewan". Ujar Syahmul Basil kepada Kontributor Berita KUA, Senin (21/10/2024).
Selain itu, menurut Syekh DR. Wahbah Zuhaili menjelaskan, Stunning merupakan metode untuk melemahkan daya tahan hewan sebelum disembelih agar memudahkan proses penyembelihan, dan mengurangi penderitaan hewan.
Syahmul Basil memaparkan, menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 12 tahun 2008, penggunaan Stunning pemingsanan hewan, dalam proses penyembelihan dibolehkan dengan memenuhi beberapa syarat sebagai berikut, pertama, Stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara, tidak sampai menyebabkan kematian atau cedera permanen pada hewan tersebut.
Yang kedua, papar Syahmul Basil, tujuan penggunaan Stunning adalah untuk mempermudah proses penyembelihan, ketiga, proses Stunning hanya dilakukan dengan niat ihsan (berbuat baik) kepada hewan, bukan untuk menyiksa atau menyebabkan penderitaan yang tidak perlu.
Yang keempat, kata Syahmul Basil, peralatan yang digunakan untuk Stunning harus menjamin tercapainya syarat-syarat tersebut, dan tidak boleh digunakan secara bersamaan antara hewan halal dan non halal (misalnya hawan babi), sebagai langkah pencegahan dari kontaminasi.
"Yang terakhir, kelima, pemilihan jenis Stunning dan pelaksanaanya harus dilakukan dibawah pengawasan ahli yang dapat memastikan terpenuhinya, syarat-syarat diatas". Jelasnya. (Fadian/PopiHumas).