Menag: Konflik Agama dan Etnis Sangat Berbahaya

Jakarta (Pinmas)--Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, karakteristik konflik di Indonesia bermula dari hal-hal sepele. Namun demikian jika konflik sosial berubah menjadi konflik antar umat beragama penyelesaiannya akan sangat rumit dan kompleks.

"Konflik yang destruktif dan eksetif harus dihindari dengan cara apapun. Apalagi, konflik-konflik kekerasan itu sudah menggunakan simbol-simbol agama dan etnis yang jelas sangat berbahaya," kata Menag pada pengukuhan professor riset bidang agama dan masyarakat di gedung Kementerian Agama Jalan MH Thamrin Jakarta, Selasa (14/6).

Menag mengatakanm, di tengah makin tingginya dinamika sosial keagamaan, kebebasan dan keterbukaan, makin tidak sederhannya permasalahan sosial yang dihadapi, sehingga menuntut optimalisasi kinerja instansi Kementerian Agama, termasuk di dalamnya para peneliti agama untuk menghadirkan peran yang signifikan dan relevan bagi peningkatan mutu pelayanan keagamaan.

Di samping itu, peran institusi-institusi keagamaan, baik formal maupun informal perlu diberdayakan dalam menangani berbagai persoalan umat dan kemanusiaan pada tataran makro maupun mikro. "Saya minta agar hasil-hasil riset menjadi referensi kebijakan. Sebuah kebijakan akan memiilki ketepatan yang tinggi jika berbasis pada hasil riset," kata Menag.

Menag berharap para peneliti tak berhenti berpikir dan berkerya, karena tugas keilmuan tak kenal batas. Hasil kajian tentang konflik sosial dan kehidupan waria Muslim, sebuah perspektif antropologi, tema tersebut memotret fenomena sosial sebenarnya sudah lama ada. Namun selama ini tidak banyak diangkat secara pasti, karena keberadaan mereka tak terang-terangan.

Menurut Menag, keberadaan komunitas ini tertutup dan enggan tonjolkan diri, kemunculan mereka masih menimbulkan sinisme. Tapi belakangan, seiring isu hak asasi manusia, maka keberadaan waria, gay dan lesbi menjadi persoalan sosial, dan sekaligus krusial. "Dari segi agama khususnya hukum Islam sudah jelas. Agama bukan hanya memberantas perilaku seksual, tetapi juga mencegah agar penyimpangan tersebut tak terjadi dan berkembang."

Menag menyatakan, pemerintah tak akan membenarkan perkawinan yang menyimpang, karena bertentangan dengan ajaran agama manapun. "Pemerintah tidak pernah mentolerir dan membenarkan waria, gay, lesbi," tandas Suryadharma.

Dr. Koeswinarno, M.Hum dalam orasi pengukuhan profesor riset memaparkan,sebagai makhluk sosial, kedudukan waria adalah sejajar dengan manusia lain, kecuali katakwaannya kepada Allah. Namun demikian, ada dua persoalan penting dalam memahami kehidupan waria, yakni persoalan sosial dan syariah. Oleh sebab itu, perlu diselesaikan secara komprehensif dia persoalan penting tersebut.

"Kementerian Agama perlu menegaskan kembali ranah mana yang dapat diperoleh waria dalam kehidupan sosial keberagamaan, dan ranah mana yang tidak bisa mendapar ruang," kata peneliti kelahiran Yogyakarta 1 Desember 1963 ini.

Selain itu, ruang sosial diberikan sejalan dengan upaya rehabilitasi psiko-sosial sehingga waria dapat kembali hidup secara normal denang jenis kelamin yang lebih jelas serta hak-hak hidup mereka yang terlindungi. Oleh sebab itu Kemenag dapat bekerjasama dengan berbagai pihak, misalnya Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Ikatan Dokter Indonesia, para psikiater dan sejumlah LSM. (ks)


TERKAIT

Wilayah LAINNYA