Renungan, Saatnya Manusia Menyadari Kelemahannya

Asfan Shabri
(Penulis Lepas, Pelaksana Pada Subag Data dan Sistem Informasi Ditjen Bimas Islam)
 
Dalam beberapa waktu terakhir, bencana alam datang silih berganti. Banjir, gempa bumi, gunung meletus, dan sebagainya. Banyak analisis kenapa hal ini terjadi. Mulai dari pendekatan ilmiah, hingga cocokologi, yaitu ilmu nyocok-nyocokin dengan berbagai dalil agama. Ada yang percaya, ada yang menolak, ada juga yang senyum-senyum karena geli.  

Ya, mungkin usia alam ini sudah mulai menua. Kondisi alam semakin menurun. Plus perbuatan manusia yang cenderung kurang bersahabat dengan alam. Tapi, banyak manusia yang berpikir untuk merubah alam. Pada satu sisi, itu baik. Ada keinginan untuk menjadikan alam bisa mengikuti kebutuhan  manusia. Namun, banyak dari kita yang lupa, bahwa manusia diciptakan Tuhan dengan segala kelemahannya.

Memang benar, manusia dikaruniai Tuhan berupa akal pikiran. Fungsinya jelas, untuk berfikir, mengolah otak sebagai alat pemikir. Hanya saja, kadang ada diantara kita yang mencoba berfikir di luar batas kemampuannya. Akibatnya jadi aneh, melampuai titah kewajaran manusia.

Berdasarkan riset mutakhir, sebenarnya manusia hebat, seperti Einstein, itu baru menggunakan potensi akalnya 10% saja. Itu orang sangat hebat lho. Bagaimana dengan kita yang biasa-biasa aja? Pastinya tidak sampai segitu bukan?

Ingat, sehebat apapun orang tidak akan mampu memahami seluruh apa yang terjadi di alam ini. Apalagi sampai pada hakikat Tuhan. Jadi, kemampuan pikiran manusia jelas ada batasnya.

Dalam sejarah masa lalu, keinginan manusia untuk melihat Sang Maha Kuasa, Allah SWT, dengan diperlihatkan Cahaya-Nya saja manusia sudah tidak sanggup. Apalagi melihat hakikat Tuhan itu sendiri.

Kita pernah mendengar, bahwa manusia melakukan make-up dan operasi wajah dengan merubah wajah sesuai keinginan. Muka cantik, hidung mancung, leher jenjang, pipi halus, mata sangat indah, dan sebagainya. Bahkan ada juga upaya rekayasa genetik (kloning) yang ingin menjadikan seseorang seperti manusia pujaannya, baik wajah, postur, maupun mentalnya. Tapi itu baru khayalan, karena hampir semua agama menolaknya.

Pada saat yang lain, kita juga mendengar, manusia ingin merubah iklim hujan agar tidak lagi ada hujan. Seperti yang kita saksikan di Jakarta baru-baru ini. Dengan modal milyaran rupiah, para petugas dan ahlinya menyebar garam di udara dengan harapan hujan dapat berkurang, sehingga Jakarta tidak terjadi banjir. Upaya telah dilakukan, tapi banjir pun tetap terjadi. Jadi?
Iya, proses rekayasa iklim, tentu menguntungkan manusia. Tapi apakah kita lupa bahwa Allah SWT adalah Maha Segalanya.

Tuhan menjalankan alam ini sesuai dengan kehendak-Nya. Seluruhnya tidak bisa serta merta dapat dicegah atau direkayasa. Jika hujan terjadi, maka terjadilah. Karena setiap gerak alam, pasti ada tujuannya. Maka ketika terjadi banjir karena hujan, maka itulah ujian bagi manusia.

Jadi, sebagai makhluk yang memiliki banyak kelemahan, tidak bisa menolak kehendak Tuhan. Mati, hidup, menikah, turunnya hujan, gunung meletus, banjir, dan lain sebagainya adalah titah Tuhan.

Sebagaimana banjir terjadi, tentu bukan karena iklim. Banjir terjadi karena seluruh saluran air mampet karena ulah manusia. Hutan gundul karena ada tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Bisa juga karena manusia tidak disiplin membuang sampah.

Demikian juga gunung meletus. Ada analisis bahwa gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 °C. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 °C. Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km.    

Itu adalah analisis ilmiah. Tapi mungkin Sang Penguasa Alam mencoba ingin menyejukkan alam kita yang panas dengan debu yang diletuskan beberapa gunung berapi. Yang jelas, kita tidak mengetahui persis apa tujuan dari kehendak Allah SWT ini.

Tapi, tahukah kita bahwa seluruh alam ini bergerak semua atas kehendak-Nya. Tidak ada benda sekecilpun tanpa dikatahui dan dikehendaki oleh-Nya. Tugas kita adalah agar bagaimana dapat bersikap dan berperilaku sebaik mungkin, baik dengan sesama, kepada alam, dan juga kepada Tuhan.

Yang lebih penting dari itu adalah kita menyadari bahwa manusia banyak kelemahan. Bagi orang yang tidak menyadari kelemahannya, berati tergolong orang-orang yang sombong. Dan sombong terbangun karena ego yang tak terkontrol.

Mari kita introspeksi, kenapa bencana selalu datang silih berganti. Kita memilikikelemahan bukan untuk kita sesali sepanjang hidup, tetapi kita jadikan alasan untuk selalu bersimpuh di hadapan Tuhan. La haula wala quwwata illa billahil aliyyil adzim. Wallahu a’lam.